Posted by: kaliwinongo | October 27, 2009

Kasus Matinya Ribuan Ikan Diselesaikan

Masuknya Limbah, Akibat Tak Ada Koordinasi

BANTUL (KR) – Matinya ribuan ikan milik kelompok petani ikan di Sewon yang diduga akibat masuknya limbah pabrik Madukismo di Kali Winongo adalah kesalahan bersama, yakni tidak adanya koordinasi. Sebelum musibah terjadi, di aliran Kali Winongo Kecil sedang dikerjakan pembuatan talud dan untuk mengurangi debitnya, ada petugas juru pengairan yang membuka pintu air atau gejlig ke aliran Kali Winongo Besar.

Hal tersebut terungkap saat rapat upaya penyelesaian kasus tersebut di kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bantul, Senin (18/5) kemarin. Rapat ini dipimpin Kepala BLH, Darmawan SH, dipandu oleh Kabid Lingkungan Ir Edy Mahmud dan mengundang instansi terkait. Di antaranya petugas Dinas Pengairan, Dinas Perikanan Kelautan dan Peternakan, PG Madukismo, Camat Sewon, perwakilan kelompok petani ikan dan instansi terkait lainnya.

Dalam rapat tersebut, kasus kematian ribuan ikan tawar milik kelompok ikan Mina Usaha di Miri Dadapan berhasil diselesaikan secara kekeluargaan. Sebelumnya sempat terungkap di rapat itu, sebelum musibah matinya ribuan ikan milik kelompok petani ikan di Sewon tersebut, di aliran Kali Winongo Kecil sedang dikerjakan pembuatan talud. Sebab itu, agar pembangunan talud lancar, harus mengurangi debit air di sungai itu. Lalu ada petugas juru pengairan yang membuka pintu air atau gejlig patusan ke aliran Kali Winongo Besar.

”Mestinya aliran air dari Kali Winongo Kecil tidak boleh dibuka, sebelum ada koordinasi atau pemberitahuan kepada BLH, kelompok petani ikan, PG Madukismo dan Dinas Pengairan. Akibatnya, air dari Kali Winongo Kecil yang diduga sudah bercampur dengan limbah PG Madukismo masuk ke kolam-kolam milik petani ikan, sehingga mematikan ribuan ikan berbagai jenis,” jelas pemandu rapat.

Sementara pihak PG Madukismo dalam keterangannya menyebutkan tidak pernah mengalirkan air limbahnya ke aliran Kali Winongo Besar. Namun sesuai dengan perizinannya, pabrik gula Madukismo mengalirkan air yang keluar dari pabrik gula ke aliran irigasi sebelah selatan pabrik, atau ke aliran Kali Winongo Kecil.

”Serta setiap mau melaksanakan musim giling, pihak PG Madukismo lebih dulu mengirim surat pemberitahuan akan melaksanakan giling kepada pihak instansi terkait, serta petani yang wilayahnya akan dialiri air dari Madukismo,” jelas wakil dari pabrik gula tersebut.

Atas kejadian itu, dalam rapat kemarin disepakati bahwa kematian ikan milik kelompok petani ikan Mina Usaha Miri itu akibat dari belum adanya koordinasi dalam mengurangi debit air di Kali Winongo Kecil.

Dalam rapat itu juga disepakati, semua pihak yang terkait dengan pengaturan pengairan dan kepentingan perikanan, akan melaksanakannya dengan mematuhi aturan yang berlaku. Rapat penyelesaian permasalahan kematian ribuan ikan di Miri, masih akan dilanjutkan di kantor Peternakan Kelautan dan Perikanan Bantul pekan depan. Salah satu agenda pentingnya adalah mencari solusi agar para petani peternak ikan dapat memperoleh dana pengganti dari ikan yang telah mati tersebut.(Jdm/Sto)-z

Sumber: http://bapeda.jogjaprov.go.id

Posted by: kaliwinongo | October 27, 2009

Komunitas Lintas Winongo Adakan Sarasehan

24-09-2009

Untuk penataan kawasan sungai yang harus dikedepankan adalah membangun nilai-nilai masyarakatnya. Artinya nilai-nilai yang tercipta dari perilaku warga masyarakat untuk sadar akan kebersihan, kesehatan dan tidak membuang sampah di sungai. Hal ini tidak mungkin hanya sekejap dibangun melainkan harus sedikit demi sedikit dan memerlukan waktu yang panjang. Demikian dikatakan Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto pada sarasehan “Membangun Peran Serta Masyarakat Dalam Menata Kawasan Sungai Winongo” yang diselenggarakan Komunitas Lintas Winongo bertempat di lapangan RW XI Badran, Bumijo, Jetis baru-baru ini (26/07).

Dalam paparannya berjudul “Kebijakan Walikota Yogyakarta Dalam Penataan  Kawasan Pinggir Sungai Winongo”, lebih lanjut Herry mengatakan, studi banding maupun diskusi antar komunitas pinggiran sungaipun perlu diadakan, misal dengan Komunitas Code, sehingga dapat saling tukar pengalaman dan penyelesaian masalah. Karena yang dapat menikmati manfaat maupun yang bertanggung jawab penataan sungai adalah warga pinggiran sungai. Pemerintah hanyalah fasilitator yang sedikit memiliki andil untuk mewujudkan sungai bersih dan sehat. “Jika warga pinggiran sungai memiliki perilaku disiplin, Winongo bahkan bisa sebagai ikon pariwisata. Dan sosialisasi seperti ini harus rajin dilakukan oleh setiap kelompok masyarakat ”, pesan Pak Herry.

Sarasehan yang bertujuan menggugah kesadaran dan pemahaman warga terhadap penataan kawasan sungai Winongo ini, menghadirkan narasumber antara lain Arif Noor Hartanto Ketua DPRD Kota Jogja, Nur Hadi Ketua Forum Winongo dan Totok Yudanto Ketua Forum Code yang dipandu Bapak Gunadi sebagai moderator. Tampak hadir dalam sarasehan Kepala Badan Lingkungan Hidup, Ir Hadi Prabowo, Kepala Dinas Kimpraswil,  Ir Eko Suryo Maharsono, Camat Jetis dan tokoh masyarakat setempat.

Dalam dialog itu beberapa warga RW XI Badran menyampaikan keinginan untuk mendapatkan ruang publik, dengan menunjukkan lahan kosong milik warga. ”Kami berharap pemkot membeli lahan tersebut dan dibangun sehingga dapat digunakan untuk berbagai aktivitas warga”, kata salah satu warga Badran.

Selesai sarasehan dilanjutkan susur sungai Winongo dan pelepasan bibit ikan oleh Walikota didampingi Ketua DPRD dan warga lainnya. Juga secara simbolik pemotongan tumpeng oleh Camat Jetis diserahkan kepada Ketua Lintas Winongo, Bu Parti, sebagai pengingat agar warga pinggir sungai untuk lebih paham dan sadar kebersihan.(byu)

Copyright © Badan Informasi Daerah 2007

Sumber: http://mediainfokota.jogjakota.go.id

Posted by: kaliwinongo | October 27, 2009

112 Industri Kecil di Winongo Belum Punya IPAL

Rabu, 4 Maret 2009 | 19:46 WIB

Laporan wartawan KOMPAS Defri Werdiono

YOGYAKARTA, RABU — Sekitar 112 industri skala kecil di sepanjang bantaran Sungai Winongo di Kota Yogyakarta belum memiliki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) komunal. Ada indikasi mereka membuang sisa hasil produksi ke sungai.

Kepala Subseksi Bidang Pemulihan Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Pieter Lawoasal mengatakan, industri tersebut terdiri atas industri tahu, tempe, mie, dan kecap. Kawasan industri kecil lainnya yang belum memiliki IPAL komunal berada di Patuk, yakni industri makanan kecil bakpia. Menurut Pieter, mereka membuang ke saluran limbah yang diperuntukkan bagi limbah rumah tangga.

Karena belum ada IPAL maka timbul bau menyengat dan pencemaran lingkungan, ujar Pieter di sela-sela sosialisasi pembangunan IPAL komunal di Darakan, Kota Gede, Rabu (4/3). Selain warga dan pihak pemerintah, turut hadir pada kegiatan ini LSM Environmental Services Program (ESP) dan LSM Lestari.

Keberadaan IPAL komunal, menurut Pieter, memiliki fungsi penting untuk menjaga kondisi lingkungan, baik itu air maupun tanah dari zat-zat pencemar. Pieter mencontohkan, kandungan bakteri ecoli di daerah yang memiliki IPAL komunal menunjukkan perbaikan. Jika pada pengukuran sampel (sebelum ada IPAL) jumlah bakteri ecoli mencapai 2400 mnp. “Setahun kemudian (setelah ada IPAL) menunjukkan angka ecoli-nya 100 mnp,” ujarnya.

BLH sendiri tahun ini akan membangun satu unit IPAL komunal di lingkungan industri kecil tahu dan tempe di wilayah Prenggan senilai Rp 200 juta menggunakan dana alokasi khusus. Tahun lalu, telah dibangun satu unit IPAL serupa di daerah Wirobrajan. Bahkan, gas yang dihasilkan oleh IPAL ini telah dimanfaatkan oleh sekitar 25 industri rumah tangga. Sedangkan tahun 2000 telah dibangun empat unit IPAL komunal di Ngampilan dan dimanfaatkan oleh 20 industri.

Community Base Water and Sanitation ESP Oni Hartono mengatakan, penerapan IPAL komunal untuk limbah industri tahu dan tempe berbeda dengan limbah rumah tangga (MCK). Diperlukan penanganan tersendiri untuk mengelolanya. Selama ini ESP banyak terlibat dalam penanganan IPAL komunal rumah tangga.

Meski di bantaran Winonggo berdiri banyak industri kecil, ternyata kadar pencemar masih di bawah Gajah Wong. Penyebabnya, kondisi daerah aliran Gajah Wong tidak sepanjang Winongo. Ada informasi dari peternak ikan bahwa kolam yang memperoleh air dari Gajah Wong harganya cenderung lebih rendah. Rasanya juga tidak terlalu enak, meski semua ini masih perlu dibuktikan, ujar Agus Hartono, Direktur LSM Lestari.

Sumber: ttp://bioindustri.blogspot.com/2009/03/112-industri-kecil-di-winongo-belum.html

Posted by: kaliwinongo | October 27, 2009

Walikota Kukuhkan Forum Winongo Asri

Rabu, 19 Agustus 2009   11:00

Pinggir Sungai Harus Jadi Zona Produktif

YOGYA (KR) – Kawasan pinggir sungai di Kota Yogyakarta harus ditata agar bersih, sehat, indah, tertib, aman dan nyaman sebagai wahana kegiatan produktif. Diharapkan pula akan tercipta zona-zona produktif sesuai karakteristik biotik, abiotik dan kultural.

Demikian salah satu hal yang mengemuka dalam pengukuhan Forum Komunikasi Winongo Asri oleh Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta, Minggu (16/8) di Kampung Serangan Notoprajan. Hadir pula dalam pengukuhan ini, pimpinan-pimpinan instansi di Pemkot Yogyakarta, Muspika Kecamatan dan tokoh masyarakat dari Kecamatan Ngampilan, Wirobrajan dan Tegalrejo sebagai wilayah yang dilewati Sungai Winongo.

Dalam pengukuhan ini diserahkan bibit ikan kepada perwakilan tiga wilayah yang dilewati Sungai Winongo serta tebar benih ikan nila sebagai upaya untuk pelestarian sumber daya alam di sepanjang sungai tersebut.

“Kami siap bersama-sama masyarakat untuk membangun Sungai Winongo agar lebih baik karena forum ini dibentuk oleh masyarakat yang benar-benar tinggal di wilayah sepanjang sungai Winongo,” kata Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri Noorhadi Rahardja.

Ia menjelaskan forum ini mempunyai misi menciptakan kondisi lingkungan pemukiman di sepanjang Sungai Winongo yang sehat, memupuk kepedulian masyarakat terhadap sungai Winongo, meningkatkan tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang lebih kondusif dan produktif.

Sementara Walikota Yogyakarta Herry Zudianto menambahkan Forum Komunikasi Winongo Asri ini merupakan tekad kejuangan masyarakat sepanjang Sungai Winongo sebagai bagian dari komitmen untuk mengisi kemerdekaan.

“Sungai Winongo membutuhkan warga yang punya kelebihan mengajak, memotivasi, meneladani dan meyakinkan masyarakat untuk membangun wilayahnya bersama-sama kearah yang lebih baik,” katanya. (Nik)-z

sumber : kr.co.id

Posted by: kaliwinongo | October 27, 2009

Kualitas Air Sungai Winongo

Kualitas Air Sungai Winongo dan Efektivitas Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 214/KPTS/1991 Tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Dalam Mencegah Pencemaran di Sungai

Oleh : Hendra Michael Aquan NIM 31010855

Pencemaran sungai Winongo di Yogyakarta disebabkan oleh limbah industri dan domestik. Pencemaran ini berdampak pada kualitas air sungai. Untuk mengatasinya, Pemerintah Daerah Propinsi DIY mengeluarkan Keputusan Gubernur No. 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Wilayah Propinsi DIY yang bertujuan untuk mencegah pencemaran di sungai. Berdasarkan peraturan tersebut, dibuatlah Program Kali Bersih dengan tujuan menyadarkan kalangan industri untuk memperhatikan buangan limbahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air dan tingkat pencemaran sungai Winongo berdasarkan indeks pencemaran (IP), trend pencemaran di sungai Winongo, serta mengetahui efektifitas Kep. Gub. DIY No. 214/KPTS/1991 dalam mencegah pencemaran di sungai.

Pengambilan sampel dilakukan di sembilan stasiun penelitian meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sampel diambil di tengah aliran sungai, dengan kedalaman pengambilan sampel ± ½ kedalaman sesungguhnya dengan pengulangan pengambilan sebanyak tiga kali. Parameter kualitas air yang diukur meliputi fisik (suhu, kecepatan arus, kedalaman), kimia (DO, BOD, COD) dan mikrobiologi (total Coliform). Data yang diperoleh dibandingkan dengan Kep. Gub. DIY No. 214/KPTS/1991 untuk mengetahui status badan air. Metode IP digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran. Untuk mengetahui perbedaan parameter antar stasiun digunakan uji statistik ANOVA dan diuji lebih lanjut dengan uji Duncan (a = 0,01). Selain itu digunakan uji korelasi untuk mengetahui hubungan keaktifan peserta PROKASIH dengan kualitas air sungai.

Hasil analisa menunjukkan bahwa sungai Winongo, berdasarkan parameter DO, COD dan Coliform pada badan air golongan B sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. Seharusnya penentuan kesesuaian badan air dengan peruntukannya ini perlu ditambah dengan parameter kritis seperti B3 dan logam berat, karena sifatnya yang persisten di lingkungan dan berbahaya bagi mahluk hidup. Analisa trend pencemaran tahun 2000 sampai 2005 menunjukkan adanya penurunan pencemaran di sungai Winongo dilihat dari IP dan konsentrasi pencemar (BOD, COD dan Coliform). Disamping itu Kep. Gub. DIY No. 214/KPTS/1991 yang digunakan sebagai alat untuk mencegah pencemaran di Propinsi DIY cukup efektif untuk mencegah pencemaran di sungai Winongo khususnya yang berasal dari limbah industri, akan tetapi belum efektif untuk mencegah pencemaran yang berasal dari limbah domestik.

(Sumber: http://hendra-aquan.blog.friendster.com)

 

Posted by: kaliwinongo | October 26, 2009

Kali Winongo

Kali Winongo adalah salah satu sungai penting di kota Yogyakarta dalam kaitan dengan dwi-tunggal Code-Winongo yang mengapit kota ciptaan Pangeran Mangkubumi itu. Kali Winongo dikenal oleh masyarakat sebagai “kali lanang” (sungai laki-laki), maka merupakan bagian dari simbolisme kota Yogyakarta masa lalu. Sampai sekitar tahun 1960-an orang masih mengenal “lampor” yaitu barisan prajurit gaib dari Laut Selatan (Kraton Laut Kidul) sesekali melewati Kali Winongo karena akan menuju ke Kraton Merapi.

Kini keberadaan Kali Winongo mengundang keprihatinan karena semakin lama semakin mengalami degradasi kualitas. Jika tahun 1970-an orang masih gemar berenang dan mandi di Kali Winongo yang airnya jernih penuh dengan ikan dan udang, maka sekarang airnya sudah keruh dan berbau.  Dulu setiap kali gunung Merapi mengeluarkan lahar dingin, Kali Winongo dan Code mendapat berkah air jernih yang mengandung belerang dan bermanfaat untuk menyembuhkan borok-borok kulit kita.

Apakah degradasi kali Winongo akan dibiarkan ? Bagaimana mengatasi permasalahan kehidupan di Kali Winongo yang semakin padat penduduk di sekitarnya ? Bagaimana caranya agar Kali Winongo juga menjadi berkah bagi anak-cucu kita ?

Nah pada titik inilah Kali Winongo patut mendapat perhatian banyak pihak, sebab mengelolanya dalam sistem kehidupan yang lebih luas memerlukan kecermatan dan kesungguhan hati.

Salam,

Djarot Purbadi

Categories